Hong Kong dan Taiwan adalah dua wilayah yang sering menjadi pusat perhatian dalam diskusi mengenai kedaulatan dan hubungan internasional Tiongkok. Keduanya memiliki sejarah yang unik dan kompleks yang mempengaruhi status mereka saat ini dalam konteks Republik Rakyat Tiongkok. Artikel ini akan memaparkan sejarah, status politik, dan hubungan Hong Kong dan Taiwan dengan Tiongkok.
Hong Kong: Dari Kolonialisme Inggris ke Daerah Administratif Khusus
1. Kolonialisme Inggris (1842-1997)
Hong Kong menjadi koloni Inggris setelah Perang Candu Pertama melalui Perjanjian Nanking yang ditandatangani pada 29 Agustus 1842. Pulau Hong Kong diserahkan kepada Inggris sebagai bagian dari perjanjian perdamaian dengan Tiongkok Dinasti Qing. Selanjutnya, Inggris memperluas wilayahnya dengan menyewa Kowloon pada tahun 1860 dan New Territories pada tahun 1898 dengan perjanjian sewa selama 99 tahun.
2. Serah Terima ke Tiongkok (1997)
Pada 1 Juli 1997, Hong Kong diserahkan kembali ke Tiongkok di bawah prinsip “Satu Negara, Dua Sistem”. Kesepakatan ini menjamin bahwa Hong Kong akan mempertahankan sistem hukum, ekonomi, dan sosialnya yang berbeda dari daratan Tiongkok selama 50 tahun hingga 2047. Status ini diatur oleh Undang-Undang Dasar Hong Kong yang memberikan otonomi luas dalam berbagai aspek pemerintahan kecuali pertahanan dan urusan luar negeri.
3. Perkembangan Pasca-Serah Terima
Sejak kembalinya ke Tiongkok, Hong Kong tetap menjadi pusat keuangan dan perdagangan internasional. Namun, ketegangan politik telah meningkat, terutama dengan protes pro-demokrasi yang terjadi pada 2014 (Gerakan Payung) dan 2019 (Protes Anti-Extradition Bill). Pemerintah Beijing menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional pada 30 Juni 2020 yang meningkatkan pengaruh Tiongkok atas Hong Kong, memicu kekhawatiran mengenai erosi otonomi wilayah tersebut.
Taiwan: Dari Provinsi Qing ke Republik de facto
1. Dinasti Qing dan Penyerahan ke Jepang (1895)
Taiwan adalah bagian dari Tiongkok Dinasti Qing sebelum diserahkan kepada Jepang melalui Perjanjian Shimonoseki pada 17 April 1895 setelah kekalahan Qing dalam Perang Tiongkok-Jepang Pertama. Selama periode kolonial Jepang (1895-1945), Taiwan mengalami modernisasi signifikan tetapi juga perlawanan dari penduduk lokal.
2. Kembali ke Tiongkok dan Perang Saudara (1945-1949)
Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Taiwan dikembalikan ke Tiongkok di bawah pemerintahan Republik Tiongkok (ROC) pada 25 Oktober 1945. Namun, perang saudara antara nasionalis Kuomintang (KMT) dan komunis Partai Komunis Tiongkok (CPC) menyebabkan kekalahan KMT. Pada 1949, pemerintah KMT mundur ke Taiwan setelah kalah dari CPC, yang mendirikan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di daratan.
3. Taiwan sebagai Republik de facto
Sejak 1949, Taiwan telah berfungsi sebagai negara de facto yang terpisah dari RRT, dengan pemerintahan, militer, dan konstitusi sendiri. Meskipun RRT mengklaim Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri, pemerintah ROC di Taiwan melihat dirinya sebagai pemerintahan sah dari seluruh Tiongkok. Status ini telah menyebabkan ketegangan berkelanjutan antara Beijing dan Taipei.
4. Hubungan Internasional dan Ketegangan Kontemporer
Taiwan bukan anggota PBB dan hanya diakui secara diplomatik oleh sedikit negara karena tekanan dari Tiongkok. Namun, Taiwan memiliki hubungan ekonomi dan budaya yang kuat dengan banyak negara. Ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama dengan meningkatnya dukungan internasional untuk Taiwan dan latihan militer Tiongkok di sekitar pulau tersebut.
Hong Kong dan Taiwan memiliki sejarah yang berbeda namun keduanya menghadapi tantangan dalam hubungan dengan Tiongkok. Hong Kong, sebagai Daerah Administratif Khusus, berjuang untuk mempertahankan otonominya di bawah prinsip “Satu Negara, Dua Sistem”. Taiwan, sebagai republik de facto, terus menghadapi tekanan dari Beijing yang mengklaim kedaulatan atas pulau tersebut. Meskipun berbeda dalam status dan sejarah, keduanya memainkan peran penting dalam dinamika politik dan ekonomi di kawasan Asia Timur dan global.
0Komentar